News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Bom Meledak, Rakyat Terkoyak, Provokator Makin Banyak

Bom Meledak, Rakyat Terkoyak, Provokator Makin Banyak

 


Di suatu sore yang cerah, Wak Marlen dan Wak Maman asyik ngobrol di warkop langganan. Dua cangkir sanger menjadi saksi bisu serunya obrolan mereka.

"Sedih kali aku tiap ada kejadian bom meledak lah," Wak Maman membuka cakap.

"Iyalah. Siapa pulak yang nggak sedih," jawab Wak Marlen singkat.

"Saudara kita yang sedang beribadah di gereja jadi tak tenang. Saudara kita yang muslim juga tak tenang," lanjut Wak Marlen.

"Betul itu wak. Kita semua sebenarnya korban. Tapi yang kusedihkan, efek lanjutannya ini," sambut Wak Maman.

"Cemmana pulak maksudmu, Man?," tanya Wak Marlen sambil menyeruput sangernya. Tanda obrolan mulai hangat.

"Kutengok di grup-grup medsos, banyak yang mencaci maki Islam. Padahal itu kan salah oknum. Dan para ulama juga sudah mengharamkan bom bunuh diri. Apalagi Pak Presiden dengan sigap bilang bahwa teroris itu tidak berkaitan dengan agama," kata Wak Maman.

"Entah kemana pulak lah polisi siber yang kemaren didengungkan itu. Apa tak nampak orang tu? Postingan begitu kan berbahaya bagi keutuhan NKRI. Apa mungkin polisi siber cuma nangkap warganet yang nyindir pemerintah?," sambung Wak Maman. Kali ini sedikit emosi. Ludahnya muncrat di meja. 

Untung saja Wak Marlen sigap. Ditutupinya dua cangkir kopi supaya tidak terkontaminasi amarah Wak Maman.

"Gak boleh kekgitu kau, Man. Kita harus tetap berpikir positif. Polisi siber kan memang untuk memperingatkan warganet yang mulai keluar jalur. Bukan maen tangkap aja," nasehat Wak Marlen agak mendinginkan obrolan.

"Bukan cuma ribut di medsos wak. Belajar dari kejadian yang lalu, setiap ada ledakan bom pasti penjagaan diperketat. Wanita yang pakai jilbab dan cadar pasti dicurigai," sergah Wak Maman. 

"Jangan merasa kekgitu lah wak. Kayaknya wak lagi bokek ini ya? Dari tadi emosi aja. Kopi wak, aku yang bayar lah," bilang Wak Marlen sambil tersenyum menyindir.

"Kalau kau lah. Tau aja kalau aku lagi bokek ya. Kekgini lah nasib buruh pabrik wak. Kalau gajian, bukannya dipercepat. Malah diperlama," sahut Wak Maman, tersenyum kecut.

"Kau share kan dulu video yang 19 detik itulah. Dari kemaren belum ada kutonton. Biar gak apa kali pikiranku," sambung Wak Maman lagi.

"Tahapa-hapa lah. Ketinggalan zaman kau wak. Maen catur aja kita. Mana tau diundang Dedy Sokbusyet," tutup Wak Marlen. 

Wak Maman hanya bisa menurut. Daripada kopinya gak jadi dibayarin.


NB : Ini kisah fiksi. Kalau ada kesamaan nama, gelar dan lokasi, itu semua hanya kebetulan belaka.

Tags

Posting Komentar