News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Tabung Oksigen Kosong Berujung Maut dan Pelayanan RS di Medan

Tabung Oksigen Kosong Berujung Maut dan Pelayanan RS di Medan

Tabung oksigen kosong


Malam ini saya bersama istri, Vamela Win melihat tayangan Kompas TV yang dipandu Rosi Silalahi. Tema acara "Tabung Oksigen Kosong Berujung Maut" tersebut membawa kami ke momen krisis menghadapi peliknya masalah pelayanan medis. 

Tak hanya sekedar persoalan keterbatasan alat dan petugas medis, entah itu kuantitas atau pun kualitasnya. Walau kita harus sama-sama tahu bahwa human eror itu pasti ada. 

Berdasarkan pengalaman, hal yang menurut kami adalah bagian dari human eror, beberapa kali terjadi. Memang tidak berujung fatal, kecil-kecil saja, tapi cukup mengelus dada dan mengganggu, mengingat kami yang sudah sangat lelah menjaga orang sakit dan sudah seperti gasing selama selama kurang lebih 10 bulan tanpa jeda.

 Terakhir di Januari-Februari 2021, selama sebulan penuh kami berkutat di 2 RS, yaitu RS U dan RS S dengan jeda di rumah 1-3 hari, bahkan ada yang tak sampai 24 jam di rumah, harus kembali ke RS.

Secara garis besar ada beberapa hal pelayanan medis di 2 RS itu yang kurang berkenan:

* Petugas medis, baik dokter dan perawat di IGD bergosip mengenai jajaran manajemen RS. Gosip yang mengarah pada hal negatif. Dengan suara lantang dan lugas. Pasien hanya perlu mereka obati bukan mendengar gosip.

* Tabung pengisi air oksigen yang tertempel di dinding tidak dalam kondisi bersih sempurna. Ada kotoran hitam di sisi tabung. Kemudian, yang masih jadi pertanyaan, apakah mengisi air oksigen boleh pakai air biasa atau air steril? Karena di sini kami diminta mengisi tabung menggunakan air yang ada di botol air mineral yang sudah kami isi ulang. 

* Pasien disuruh pulang sebelum kondisinya sembuh total (krg lbh 5 hari perawatan), masih lemas dan kaki bengkak karena terdiagnosa pembengkakan jantung. Kami sempat protes, tapi petugas medis bersikeras menyuruh pulang. 

Tapi terbukti besok siangnya kami kembali lagi ke RS ini dengan kondisi gawat. Dirawat lagi. Belum tuntas kesembuhan, pasien disuruh pulang setelah tak sampai seminggu perawatan. Kaki masih bengkak dan lemas.

* Perawat senior ketus dan seperti anti ditanya2. Sedangkan perawat yang PKL sangat beretika menangani pasien dan keluarga pasien. 

* Seorang perawat senior sempat meneriakkan "Mereka pikir di sini panti jompo" kepada pasien yang memang sudah berusia lanjut. Kami mau berontak tapi tak mau gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga. Kesembuhan pasien adalah yang utama. 

 Padahal, kami yang harus menyelesaikan pekerjaan bersama-sama waktu itu hanya meninggalkan pasien paling lama 1 jam. Itu pun izin dengan perawat di sana. Kondisi pandemi membuat kami sangat hati-hati menjaga pasien sehingga tak mau ada orang lain yang gantian berjaga. 

Jadi, mau tak mau harus ditinggal di sebuah ruangan yang berisi 5 orang pasien. Namun, mungkin perawat-perawat itu enggan merawat seorang tua atau mungkin karena itu adalah pasien BPJS kelas tiga? 

* Ada beberapa lagi tapi sudahlah...Mudah-mudahan tidak lagi mengalami pengalaman tak enak jika harus berurusan dengan pelayanan medis di Kota Medan khususnya, dan Indonesia pada umumnya.

Dan orang miskin gk boleh sakit...😀

Dan kalau bisa jaangan sakit..😀


*. Pasien adalah ibu saya.


(Bima - Warga Medan)

Tags

Posting Komentar