14 Bulan Belajar Dari Jenderal Martuani
Catatan : Wiku Sapta
Kedekatan saya dengan Koorsahli Kapolri, Irjen Martuani Sormin Siregar, masih hitungan seumur jagung. Setahun lebih mungkin. Pun, kedekatannya tergolong dekat-dekat jambu (meminjam istilah era millenial). Jauh di bawah keakraban beliau dengan 2 guru saya, Edi Irawan dan Zulkifli Tanjung. Keduanya, jurnalis hebat yang dipunyai negeri ini.
Momen mula berjumpa, mantan Kapolda Sumatera Utara itu berperangai agak sangar, keras, dan tegas. Itu kesan pertama yang saya tangkap. Difasilitasi oleh Ketua Tim Bravo 4, Edi Irawan (jurnalis Tribrata TV kini dielukan sebagai Tenaga Ahli di sebuah intitusi mentereng), kali pertama saya berhadapan muka dengan Bang Martuani. Tim ini awalnya dipelopori sebagai tim (eksternal) peliput segala kegiatan Jenderal Martuani selama menjabat Kapolda. Di dalam tim, ada sejumlah nama jurnalis lain seperti John 'Yopie' Manik (Pemred Kompastalk) dan Akbar (Tribun Medan). Belakangan, bergabung H Abdul Meliala (Topinformasi).
Sayangnya saya lupa di bulan apa itu, tapi sekira awal tahun 2020., kami (khususnya saya) diperkenalkan dengan Jenderal Martuani. Jumpa pertama kami berlangsung di rumah dinas Kapolda Sumut, di kawasan Jalan Sudirman. Malam, sekira hampir jam 10 an, Bang Martuani baru bisa ditemui.
Malam pertama jumpa itu berlangsung panjang. Bergelas-gelas kopi diseruput dan beratus batang rokok ludes dihisap. Sampai-sampai Bang Martuani meminta ajudannya, Moses, membeli beberapa bungkus rokok, karena stok di meja kami telah ludes. Hanya tersisa bungkus rokok kosong.
Meski berjam-jam bicara ngalur ngidul, tapi saya yakin pertemuan itu hanya berisi agenda setor muka. Jenderal Martuani, saya yakin, mungkin hanya kenal wajah, tok! Edi, ketika itu, memang memperkenalkan satu persatu anggota tim. Dalam setiap perbincangan, kecuali Edi, anggota tim yang lain disapa bro, adinda dan bos, oleh Bang Martuani.
Selanjutnya, pertemuan dengan sang jenderal semakin intens di setiap beliau berkegiatan di luar maupun di dalam institusi kepolisian daerah Sumatera Utara. Ke kampung kelahiran sang jenderal di Lobu Sonak, Lumban Sormin, Pangaribuan di Tapanuli Utara, sana pun saya pernah bernapak tilas. Menelusuri rumah kelahiran dan sekolah beliau sebelum merantau ke Pati, Jawa Tengah.
Saya bisa kesana, berkat jasa Zulkifli Tanjung, Pemred koran Metro 24. Kepergian kami terkait pembuatan buku biografi sang jenderal. Hampir seminggu kami disana. Melakukan riset dan mewancarai orang-orang terdekat Jenderal Martuani, saat kecil.
Sepulang dari Lobu Sonak, kami tancap gas ke Kuta Cane. Di ibukota Aceh Tengggara itu, kami menggali kisah-kisah asmara dan sepak terjang Jenderal Martuani, semasa muda. Beruntungnya lagi, saya bisa kenal keluarga ibu Risma Martuani, istri IJP Martuani. Dan sampai sekarang, Alhamdulillah, silaturahim kami dengan keluarga di Kuta Cane, via whatsapp, masih terjalin baik.
Tak hanya itu, setiap kali usai bersepeda puluhan kilometer, dengan rute KDH - Batang Kuis - Mapolda Sumut, saya selalu bisa jumpa beliau dan ngobrol apa saja. Di saat ngopi santai usai bersepeda itulah, biasanya Bang Martuani sering berkisah pengalaman dan kesederhanaan hidupnya. Sedikit sungkan sebetulnya, karena di dekat Jenderal Martuani, biasanya duduk para pejabat utama Polda Sumut.
Namun sungkan itu selalu dipatahkan dengan bentakan guyon. "Duduk sini dekat saya, kok jauh-jauh kau. Ada masalah sama saya ya?"begitu kadang bentakan guyon Bang Martuani, kala saya duduk agak menjauh darinya.
Apalagi ketika itu, Waka Poldasu BJP Dadang Hartanto, yang duduk di sebelahnya menyebut nama saya. "Bang Wiko, duduk sini, ngapain sendirian disana,"panggil mantan Kapolreatabes Medan itu. Panggilan yang sama pun pernah diucap BJP Mardiaz Kusin Dwihananto (mantan Waka Poldasu kini Kasektupa) tatkala mendampingi bang Martuani ngobrol santai di Prana Cafe, Polda Sumatera Utara. Cafe ini merupakan tempat favorit bagi Bang Martuani usai bersepeda.
Hari-hari berikutnya, saya juga cukup bersyukur diberi kesempatan duduk di sofa mewah di ruangan kerjanya di lantai 2 Mapolda Sumatera Utara.
Saya juga diperkenankan bertatap muka dan mengenal sekilas dua putri, seorang putra beserta nyonya Jenderal Martuani. Jelas sekali, ini merupakan kesempatan paling langka bagi saya.
Entah mengapa saya kadang menggelengkan kepala, merasa tidak percaya. Kok bisa saya dipertemukan dengan pemimpin polisi yang baik seperti ini? Saya berusaha memilih jawaban yang tepat. Tapi tak ingin salah menjawab. Terus terang, niat saya adalah belajar dari sosok yang terbentuk dari ketiadaan itu. Mumpung ada kesempatan dekat dengan beliau.
Karena sering main ke kediaman dan ruangan kerja Bang Martuani, saya akhirnya terbiasa akan hal-hal protokoler. Saya tak lagi kikuk atau sungkan, karena selalu diperlakukan dengan baik. Bahkan diperkenankan mengobrol hingga berjam-jam, beberapa hari sebelum Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan TR IJP Martuani Sormin Siregar sebagai Koorsahli Kapolri.
Dari obrolan-obrolan dan diskusi dengan Bang Martuani, saya menilai kecintaannya yang besar pada Korps Bhayangkara. Kecemasan dan kegelisahannya selalu tentang Bhayangkara, bangsa dan rakyat. Jarang sekali tentang masalah pribadi atau hal-hal mengenai orang per orang. Bang Martuani selalu berbicara ide-ide besar, harapan-harapan terbaiknya tentang kepolisian dan perhatiannya yang tulus terhadap nasib rakyat.
Bagaimana melayani rakyat dan memehatikan nasib bawahan adalah ide-ide cemerlangnya dalam bertugas, selain selalu menerapkan kesederhanaan hidup. Pikiran-pikirannya mengalir jernih, tegas, tanpa tedeng aling-aling. Bahkan, Bang Martuani lebih mengedepankan daya tarung yang tak kenal kompromi.
Tak terasa semua sudah terlewat selama satu tahun lebih. Mengenal IJP Martuani dari dekat, ternyata tak cuma dapat pembelajaran hidup, namun juga belajar kepemimpinan.
Ya, begitu banyak inspirasi yang saya ambil dari sosoknya. Tapi jujur, sepertinya baru secuil yang bisa saya pelajari. Jika Allah berkehendak, ketika ada kesempatan lagi, maka saya akan menggali lebih banyak ilmu kehidupan, kesederhanaan dan kepemipimpinan dari Bang Martuani. In Sya Allah. (**)
Posting Komentar