Awas! Buruh Mogok Kerja Karena Tolak Omnibus Law Bisa Kena Sanksi
Ancaman mogok nasional selama 3 hari dari mulai 6-8 Oktober 2020, mendatang sebagai bentuk penolakan terhadap RUU Cipta Kerja (Ciptaker) yang dilontarkan para buruh direspons oleh kalangan pengusaha. Dalam hal ini Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) yang telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 749/DP/IX/2020 mengenai Mogok Kerja Nasional serta surat arahan Nomor 748/DP/IX/2020.
Pada surat yang ditandatangani Ketua Kadin, Rosan Roeslani dijelaskan bahwa sesuai pasal 137 UU nomer 13 tahun 2003 mogok kerja adalah hak dasar pekerja yang dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat dari gagalnya perundingan. Namun sebagai pengejawantahan UU tersebut, pada Kepmenakertrans no. 23/2003 pasal 3 ditegaskan jika mogok kerja dilakukan bukan akibat gagalnya perundingan, maka mogok kerja tersebut tidak sah.
"Seiring dengan UU No. 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, dalam rangka upaya penanggulangan dan penanganan pandemi Covid-19, Pemerintah Daerah DKI dalam Pasal 14 Ayat (1) huruf (a) dan (b) dari Pergub No. 88 Tahun 2020 telah mengatur bahwa "demi kesehatan bersama, masyarakat umum ataupun karyawan tidak boleh melakukan kegiatan berkumpul/bergerombol di suatu tempat," isi dari SE tersebut pada poin 3, Kamis (1/10/2020).
Maka Kadin mengingatkan, pelanggaran terhadap aturan tersebut akan dikenakan sangsi sesuai ketentuan Penggulangan dan Penanganan Covid-19. Dewan Pengurus Kadin Indonesia menghimbau pada seluruh perusahaan yang menjadi anggotanya untuk mematuhi dan melaksanakan semua ketentuan mogok kerja beserta sangsinya.
"Ditambah serta menghimbau kepada semua pekerja/buruh di setiap perusahaan untuk mematuhi semua ketentuan peraturan perundangan tentang mogok kerja, serta penanggulangan dan penanganan Covid-19," lanjutnya.
Seperti diketahui bakal ada 5 juta buruh atau pekerja akan melakukan mogok kerja nasional selama 3 hari, yang akan berlangsung di seluruh Indonesia. Di Jakarta sendiri, titik mogok kerja akan terpusat di Gedung DPR RI, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. (snd)
Posting Komentar