Kisah Pajak Ular dan Pengalaman Warga Medan saat Belanja yang Bikin Ngakak!!!
Bagi warga Medan tentunya tak asing begitu mendengar Pajak Ular.
Lokasinya terletak di sepanjang Jalan Sutomo, tak jauh dari gerbang masuk Pusat Pasar Medan.
Bukan menjual aneka jenis ular, namun ada begitu banyak barang bekas ataupun barang antik. Mulai dari sepatu bekas, handphone bekas, jam tangan bekas, aneka kabel elektronik, batu cincin, aksesoris kuno, charger, hingga alat cek tensi juga ada di pasar tersebut.
Para pedagang tersebut cukup membutuhkan terpal biru yang dibentangkan di atas trotoar. Mereka tampak menunggu pembeli untuk mampir ke lapaknya. Sementara itu, beberapa pedagang lainnya tampak melayani pembeli.
Ada kisah unik mengenai Pajak Ular. Seorang warga bernama Heri Sutrisno pernah kena prank saat belanja kaset di Pajak Ular.
"Dulu kan zamannya masih kaset. Belum ada CD. Apalagi DVD. Jadi saya pernah beli kaset Metallica. Pas sampai di rumah, saya putar di tape. Yang keluar malah suara Rhoma Irama dengan grupnya Soneta. Padahal cover kasetnya jelas-jelas gambar Metallica," ujar Heri sambil terkekeh.
Beda lagi dengan Mulyanto. Pria yang punya bisnis jual beli rumah ini ngaku pernah ketemu sepatunya yang hilang.
"Sepatuku pernah hilang pas shalat di masjid. Beberapa hari kemudian, aku jalan ke Pajak Ular mau nyari sepatu seken. Malah ketemu sama sepatuku yang hilang itu," bilangnya.
Senada dengan Heri dan Mulyanto, ternyata banyak warga Medan yang punya pengalaman 'spesial' ketika belanja di Pajak Ular. Seperti dikutip dari laman Facebook Posmetro Medan.
"Pernah beli jam tangan di pajak ular kta si penjual klo abg pulng jgn lewat kuburan ya.. Knpa bg kataku.. Nnti jam tangan mati.. Kmi gk tanggung jwb.. Udah lh bg gk jadilah beliny," tulis Azwar Lubis.
"Namanya pajak ular.. Ya isi nya ular mengulari semua, awak pernah beli cd pekob disitu pas di putar beneran film pekob cuma ada soundtrack lagu2 peterpan," sambut Dian Ginting.
"Saya baru beli sepatu di tempat ini merk terkenal harga barunya 500 k dan di jual nya dengan harga 150 k.Tapi saya tawar 50 k di kasihnya.Seminggu di pakai tapaknya jebol. .Ganti tapak di tukang sepatu 100 k Kalau sudah ganti tapak sudah tidak nyaman lagi di pakai karna ukuran sepatunya sudah tidak asli lagi.Lebih besar ukuran sepatu dari pada kaki saya☺️😁😁," celoteh Erik Misran.
"Pengalaman disana,,udah di bayar jelas di depan mata,, pas sya pergi di bilang belum bayar,, Sampai ribut,, aneh nya banyak pula yg bilang belum byar.. Itu sebab nya di bilang pajak ular,, karena terlalu banyak yg ngularin dsna," curhat Edy Syahputra Manalu.
"Dulu beli hp disana kartu yg dimasukan telkomsel tp muncul di layar xl....🤣🤣🤣Koplak," lanjut Alex Juntak.
Pajak Ular menurut Sejarawan
Sementara itu, sejarawan Sumut Budi Agustono mengungkapkan bahwa defenisi Pajak Ular memiliki banyak makna. Ia pun menyebut tidak ada kejelasan mengenai asal barang yang dijual di pasar tersebut.
"Ular tafsirnya kan banyak, bisa juga karena harga barang yang tidak pasti, bisa rendah dan tinggi dan barang juga tidak tahu datang atau dijual ke pasar ini dari mana asalnya makanya disebut Pajak (Pasar) Ular," kata Budi.
"Ular juga bisa berarti berganti sisik, barang barang di sini terus berganti juga jenisnya, karena itu disebut ular," lanjutnya.
Sementara itu, Budi menyebutkan bahwa tren Pajak Ular ini sudah mulai ada sejak akhir tahun 1980-an dengan banyaknya masyarakat kalangan menengah bawah mencari barang langka dan murah.
"Trennya ini akhir tahun 1980an lokasinya berdekatan dengan pusat pasar, ini yang memancarkan efek banyak orang mencari barang langka dan murah di pasar ular. Pemburu barang bekas yang asal mulanya berasal entah dari mana berasal dari kalangan menengah bawah," ucap Budi. (dtk)
Posting Komentar