Perbudakan Buruh, Selalu Bergemuruh, Tapi Tak Kunjung Sembuh
Langkahnya gontai. Wajahnya terlihat kusut. Pikirannya berkecamuk. Saat perusahaan tempatnya mengabdi selama 41 tahun, memecat secara sepihak. Hanya berlandaskan tuduhan dari karyawan lain yang menyebutnya pernah bermain judi.
Bahkan Ono (60-an tahun, nama samaran) sempat dipaksa tandatangan di atas kertas kosong oleh HRD perusahaan yang didampingi pengacara.
"Mentang-mentang saya orang yang tidak berpendidikan, mereka berlaku sewenang-wenang. Mereka memecat tanpa prosedur. Bahkan dengan alasan yang mengada-ada," tutur Ono.
Ternyata selain Ono, ada beberapa karyawan lepas di bawah sebuah outsourcing yang dipecat dengan alasan yang sama. Dituduh pernah bermain judi.
Berbeda dengan Ono, 6 orang karyawan lepas yang masa kerjanya antara 3 hingga 7 tahun tersebut tidak diberi pesangon. Bahkan mereka ditakut-takuti pihak perusahaan yang berlokasi di Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli itu, agar tidak menuntut haknya.
"Tolong bang, dihapus saja video wawancara kita di Youtube. Makin payah nanti urusannya, bang," pinta salah satu di antaranya saat video curhat diupload ke Youtube.
Kesewenangan perusahaan berlanjut saat Ono mencoba meminta pesangon sesuai UU yang berlaku.
"Perusahaan nggak sanggup membayar, pak. Tapi kalau bapak tetap juga tidak terima, silahkan bawa pengacara kemari," ketus HRD perusahaan.
Ono pun dilema. Jika menggunakan pengacara, proses mencari keadilan tentu saja berjalan panjang. Padahal ia butuh uang untuk kebutuhan rumah tangganya.
Namun jika menerima keputusan perusahaan, Ono harus harus menerima segala kezaliman dengan lapang dada.
Kisah ini tidak hanya terjadi pada Ono. Masih banyak Ono lain yang bahkan lebih parah nasibnya. Terlebih lagi bagi karyawan outsoucing. Jangankan pesangon, mereka hanya bisa menelan ludah saat lebaran atau natal tiba. Karena tidak diberi THR. Bahkan BPJS pun tidak punya.
Sayangnya, mindset kebanyakan buruh, takut untuk melawan. Karena memang proses untuk melawan akan menghabiskan tenaga dan pikiran. Jalan panjang meraih keadilan membuat buruh menyerah duluan.
Tak ubahnya budak.
Kalau dulu budak tidak diberi upah, tapi diberi makan. Sekarang, buruh hanya diberi upah yang cukup buat makan. (fm)
Posting Komentar