Singapura Larang Darah Babi Jadi Makanan, Ternyata Ini Bahayanya...
Darah hewan mungkin menjadi salah satu bahan makanan umum bagi sebagian penduduk dunia. Tetapi ini tidak berlaku untuk Singapura.
Makanan berbahan dasar darah hewan, termasuk babi, rupanya dilarang di negara pulau tersebut. Baru-baru ini, Singapore Food Agency (SFA) bahkan melakukan penyelidikan terhadap restoran Thailand di Golden Mile Tower karena hal ini.
Pihak berwenang Singapura menemukan restoran tersebut menjual hidangan yang mengandung dadih darah babi. Mereka juga menyita darah babi yang sudah dikemas dari pihak restoran.
"Produk makanan darah hewan, seperti darah babi, dilarang di Singapura karena darah dapat dengan mudah mendukung pertumbuhan bakteri dan penyakit," tulis SFA dalam siaran persnya, dikutip dari Channel News Asia (CNA), Senin (24/5/2021).
"Pengambilan darah yang tidak higienis juga dapat menyebabkan masuknya patogen yang dibawa melalui makanan ke dalam produk makanan darah."
SFA memperingatkan makanan yang diimpor secara ilegal karena sumbernya tidak diketahui dan dapat menimbulkan risiko keamanan pangan. Di bawah Undang-Undang Daging dan Ikan Singapura, siapa pun yang bersalah karena mengimpor dan menjual produk darah babi secara ilegal dapat didenda hingga SG$ 50.000 atau Rp 539 juta (asumsi Rp 10.700/SG$) atau dipenjara hingga dua tahun, atau keduanya.
Pada hukuman berikutnya, mereka dapat didenda hingga SG$ 100.000 (Rp 1 miliar). Bahkan penjara hingga tiga tahun.
Terkait Virus Nipah
Sementara itu, juru bicara SFA mengatakan Agri-Food and Veterinary Authority (AVA) saat itu melarang pengambilan darah babi dari rumah potong hewan lokal Singapura karena wabah virus Nipah pada 1999. Virus Nipah sendiri menyebabkan peradangan di otak dan penularannya terjadi melalui kontak langsung dengan babi, kelelawar, atau manusia yang terinfeksi.
Menurut mereka, darah adalah sumber potensial untuk penularan virus serta patogen yang ditularkan melalui makanan lainnya. Sejak itu, rumah potong hewan Singapura tidak menyuplai darah babi. SFA juga belum mengakreditasi sumber darah babi untuk diimpor ke Singapura.
Pusat Nasional untuk Penyakit Menular (NCID) mengatakan kasus manusia pertama dari virus Nipah terjadi antara September 1998 dan Juni 1999 di Malaysia dan Singapura. Sejak itu tidak ada kasus baru yang dilaporkan di kedua negara.
Menurut Singapore Infopedia, yang dijalankan oleh National Library Board (NLB), wabah di Singapura pada awalnya dianggap sebagai virus Japanese ensefalitis yang ditularkan oleh nyamuk. Namun, infeksi di Malaysia terjadi di antara mereka yang berhubungan dekat dengan babi.
Setelah itu, pemerintah mengambil tindakan untuk mencegah masuknya virus ke Singapura. Ini termasuk penangguhan impor babi hidup dari peternakan yang terkena dampak di Malaysia, meningkatkan frekuensi fogging, serta penyemprotan larvasida untuk memusnahkan nyamuk.
Semua pekerja rumah potong hewan dan pedagang babi di Singapura juga diperintahkan untuk diperiksa. Hasilnya sebelas orang di Singapura terinfeksi virus tersebut, dengan satu kematian. (cnbc)
Posting Komentar