News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Terkait Pelecehan Pancasila Oleh Australia, Dubes Rusia : Tanpa Diminta, Kami Akan All Out Bantu Indonesia

Terkait Pelecehan Pancasila Oleh Australia, Dubes Rusia : Tanpa Diminta, Kami Akan All Out Bantu Indonesia



Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhael Y Galuzin menegaskan, negaranya mengakui Indonesia sebagai sahabat yang sejak lama telah membina hubungan baik. Maka dari itu, Rusia akan all out membantu jika ada negara sekutu yang coba mengganggu Indonesia.

Hal ini dikemukakan Mikhael setelah Militer Australia melecehkan Pancasila.

Bahkan jika Australia dibantu sekutunya, Amerika Serikat dan Inggris maka Rusia akan segera membantu Indonesia.

Hubungan Rusia-Indonesia mencapai puncaknya pada akhir 1950-an dan awal 1960-an ketika Moskow menyediakan sejumlah perangkat militer untuk Indonesia, membuat pasukan pertahanan negara tersebut menjadi salah satu yang terbaik di Asia Timur.

Antara 1959 dan 1965, Rusia memberi Indonesia sebuah kapal jelajah, 14 kapal penghancur, 14 kapal selam, delapan kapal patroli antikapal selam, 20 kapal misil, serta sejumlah kapal torpedo dan kapal perang. Pasukan marinir Indonesia juga diperkuat dengan kendaraan lapis baja dan amfibi, serta aviasi marinir seperti helikopter ASW dan pembom Il-28.

AL Indonesia sangat senang dengan kapal selam kelas Whiskey mereka yang baru. Kapal tersebut segera dioperasikan untuk melawan Papua Barat Belanda pada 1961-1962, dan melawan pasukan Malaysia serta Persemakmuran Inggris pada konfrontasi 1963-1966.

KRI Irian 201, tanda persahabatan Rusia dan Indonesia

Kehangatan Pasca-Komunis

Moskow dan Jakarta kembali memulihkan hubungan pada tahun 2000-an. Ingo Wandelt dari Universitas Giessen, Jerman, menulis dalam artikel berjudul “Antara Kepentingan Ekonomi dan Keamanan Nasional: Kembalinya Rusia ke Kepulauan Indonesia”.

“Perkembangan hubungan Rusia-Indonesia merupakan studi kasus yang cocok untuk menggambarkan bagaimana negara bekas kekaisaraan tersebut (Rusia) bangkit untuk menjejakkan kaki kembali di negara kepulauan terbesar yang pernah berada di bawah pengaruh Barat.”

Ia menambahkan, “Kunjungan Presiden Vladimir Putin ke Indonesia pada 6 September 2007, menunjukkan kembalinya Rusia ke negara terbesar di Asia Tenggara. Penandatanganan delapan kesepakatan politik antara kedua negara dalam bidang kerja sama strategis memberi pencerahan dalam kepentingan strategis, baik bagi Rusia maupun Indonesia dalam politik dunia.”

Putin mengenang hubungan manis antara kedua negara dan menyampaikan hal tersebut pada Presiden Yudhoyono. Ia menyebut masa-masa awal 1960-an sebagai “masa keemasan hubungan Rusia-Indonesia.” Hal itu juga menegaskan bahwa hubungan antara kedua negara di bidang persenjataan mengindikasikan bahwa hubungan tersebut tak seutuhnya hanya dalam konteks ekonomi, tutur Wandelt.

Indonesia memasuki abad ke-21 dengan perasaan terabaikan oleh “teman-teman” Baratnya. Ia merasa dikhianati oleh AS, Austarlia, dan negara-negara Barat yang mencoba melepaskan Timor Timur dari Indonesia.

“Masuklah Rusia dengan tawaran yang menarik, kondisi yang menguntungkan, serta pernyataan yang jelas terkait tak akan campur tangan dalam hubungan dalam negeri, dan itu mudah dipahami dampak psikologis tawaran Putin terhadap Indonesia," terang Wandelt. (bbs)

Tags

Posting Komentar